Asrinesia.com – Diskusi Forum Wartawan Perumahan Rakyat kali ini menampilkan ‘Qua Vadis Subsidi Perumahan Rakyat’ di Jakarta, (17/3/20). Dalam diskusi tersebut menampilkan Ketua Umum Realestate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah, Ketua umum Apernas Jaya Andre Bangsawan, ketua Umum Himpera Endang Kawidjaja dan wakil ketua komite IV DPD RI Sukiryanto.
Dalam diskusi tersebut mencuat dan menilai, keberpihakan pemerintah terhadap program rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan properti umumnya masih sangat rendah. Pasalnya, banyak kebijakan yang dikeluarkan justru menghambat kelangsungan program sejuta rumah.
Ketua Umum REI, Paulus Totok Lusida mengatakan, aturan teknis terkait pembangunan perumahan bersubsidi seperti fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), subsidi selisih bunga (SSB), subsidi bantuan uang muka (SBUM), dan bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BPT) terus berubah.
“Aturan yang selalu berubah spesifikasi bangunannya di saat proses pembangunan sudah berlangsung. Padahal pengembang sudah selalu mencoba mengikuti ketentuan yang ada. Namun kebijakan di level Ditjen Penyediaan Perumahan Kempupera selalu datang mendadak dan tidak ada masa transisi,” ujar Totok.
Ia mengaku sangat kecewa sebab hal itu akan merugikan pengembang. Bahkan apabila unit sudah terbangun, pihaknya akan kesulitan untuk menjual rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) lantaran konsumen terancam tidak akan mendapatkan subsidi dari pemerintah apabila tidak memenuhi ketentuan dan spesifikasi yang ditetapkan.
Totok menjelaskan, jika kebijakan ini dipaksakan dan terus menjadi hambatan, tentu mengancam program pemerintah sendiri dalam hal ini sejuta rumah. Belum lagi anggaran yang masih sangat kecil untuk program rumah subsidi, membuat program pemerintah tidak berjalan.
Seperti diketahui, Kempupera mengalokasikan dana subsidi untuk membangun perumahan MBR sekitar Rp11 triliun untuk 102.000 unit. Anggaran tersebut, diperkirakan hanya cukup untuk membangun 97.700 unit, karena dana sebesar Rp2 triliun telah terpakai untuk menutupi kekurangan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan ( FLPP ) tahun 2019.
Dalam hal ini Ketua Umum Apersi Junaidi Abdillah mengemukakan, kebijakan lain yang juga dirasakan menghambat para pelaku di industri properti adalah adanya sistem atau aplikasi perumahan. Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (SiKasep) dan Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang) yang diluncurkan Kementerian PUPR pada Desember 2019 lalu dinilai mubazir dan ternyata justru menyusahkan pelaku usaha.
Menurutnya adanya sistem ini kerap eror sehingga KPR tidak segera cair. Bahkan parahnya lagi data-data konsumen kerap hilang dari sistem yang pada akhirnya membuat pengembang tidak bisa segera menyalurkan rumah bersubsidi tersebut. Akibatnya kerap terjadi persoalan hingga ancaman pidana antara pengembang dengan konsumen. Padahal hambatan penyaluran perumahan ini terjadi karena sistem tersebut sering bermasalah.
Dia
juga mendesak agar Kementerian PUPR melalui Ditjen Penyediaan Perumahan segera
merespons kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menyatakan siap
menambah alokasi subsidi sebesar Rp1,5 triliun. Sebab dia melihat gelagat dari
pemerintah teknis khususnya di lingkungan Kementerian PUPR tidak serius untuk
mengesekusi dana tambahan subsidi tersebut. Pasalnya berbagai aturan-aturan
baru bermunculan yang arah kebijakannya cenderung ingin menggagalkan alokasi
subsidi tambahan tersebut.
Ketua Umum Apernas Jaya, Andre Bangsawan pun mengungkapkan, “Penanganan pengembangan perumahan subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) harus mempunyai hati kemanusiaan. “Pemerintah dan perbankan dalam hal ini Bank Tabungan Negara (BTN) harus punya hati kemanusiaan. kalau penanganannya secara arogansi hancurlah sudah. Kasian MBR,” kata Andre.
Sementara itu, Wakil Ketua Komite IV DPD RI Sukriyanto mengungkapkan bahwa, pihaknya secara terus menerus telah menggelar rapat dengan DPR terkait penambahan anggaran untuk perumahan subsidi melalui skema FLPP.
Dijelaskan Sukriyanto, kurangnya kepedulian pemerintah terhadap pengembangan perumahan subsidi bakal menjadi bumerang bagi pemerintahan saat ini.
“Segala masukan telah kami sampaikan kepada DPR termasuk meminta agar menindaklanjutinya dengan Kementerian PUPR. Kita harap segera adanya kreasi penambahan kuota. Bukan harus menambah APBN, tapi bagaimana kuota yang ada itu bisa menambah peluang bagi rumah yang lain,” tutupnya.